TEKNOLOGI di bidang neonatology memungkinkan bayi prematur bertahan hidup. Namun teknologi tersebut belum mampu menekan angka kejadian gangguan retina yang biasa disebut Retinopathy of Prematurity (ROP).
Normainya, retina atau bagian mata yang memiliki fungsi sebagai penerima bayangan objek sebelum diolah di otak, mulai terbentuk pada usia kehamilan 16 minggu. Retina ini akan mendapat suplai makanan melalui pembuluh darah yang tumbuh dari saraf optik menuju bagian tepi retina. Pembuluh darah retina sendiri terbentuk sempurna sekitar 2 minggu setelah bayi dilahirkan pada usia kehamilan normal, yaitu sekitar 40 minggu.
Pada bayi prematur yang lahir sebelum pembuluh darah retina terbentuk secara sempurna, akan timbul garis demarkasi antara daerah yang sudah tumbuh pembuluh darah dengan yang belum. Inilah yang membuat stimulus pembentukan pembuluh darah baru yang abnormal.
”Proses ini dapat sembuh secara spontan atau sebaliknya, berkembang menjadi keadaan yang lebih buruk, yang disebut retinal detachment atau ablosia retina (lepasnya retina). Kondisi ini dapat menyebabkan kebutaan pada satu atau bahkan kedua belah mata,” tutur dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Internasional Omni Alam Sutera Tangerang, Dr Ferdy Limawal SpA.
Ferdy menjelaskan bahwa ROP merupakan penyakit atau gangguan perkembangan pembuluh darah retina pada bayi yang lahir prematur. "Saat ini ROP merupakan penyebab kebutaan tertinggi pada anak-anak di Amerika Serikat dan salah satu penyebab utama kebutaan pada anak di seluruh dunia," ujarnya.
Pada 1980 sebanyak 7 ribu anak di Amerika Serikat dinyatakan buta akibat ROP dan setiap tahunnya terdapat 500 anak buta karena menderita ROP akibat kelahiran prematur. Selain itu para peneliti di Jakarta juga mendapati kasus ROP pada sekitar 70 persen bayi prematur.
Penelitian multisenter di Amerika Serikat melaporkan adanya peningkatan risiko ROP pada bayi prematur dengan berat lahir yang lebih ringan dan usia kehamilan yang lebih muda. Meskipun demikian, di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Bayi-bayi yang mengalami ROP cenderung memiliki usia gestasi yang lebih tua dan berat lahir yang lebih besar dibandingkan dengan laporan yang terdapat pada negara-negara maju.
Selain prematuritas dan timbangan berat lahir yang rendah, beberapa peneliti menduga bahwa pemberian oksigen dapat merangsang terbentuknya ROP. Namun, ternyata terbukti bahwa tidak semua bayi prematur yang diberi oksigen akan menderita ROP. Malah sebaliknya terdapat laporan ditemukannya ROP pada bayi prematur yang tidak diberikan suplemen oksigen.
"Untuk itu, prediktor utama terjadinya ROP adalah usia gestasi dan berat bayi pada saat lahir," jelasnya. Faktor risiko ROP lainnya biasanya disebabkan oleh gangguan pernafasan dan gangguan jantung. Gangguan yang kerap ditemukan pada bayi yang baru lahir seperti sepsis, anemia atau kuning juga meningkatkan risiko terjadinya ROP.
"Bayi prematur yang di rawat di inkubator dan diberi oksigen memiliki resiko ROP. Tapi tidak semua bayi prematur yang diberi oksigen rentan ROP begitupun dengan bayi prematur tidak semuanya ROP, hanya 20 hingga 30 persen untuk keseluruhan berat badan," ungkap dokter spesialis mata RSCM/FKUI, Julie Dewi Barliana SpM.
Julie menuturkan, sekitar 20 persen bayi prematur akan mengalami strasbismus atau kelainan refraksi ketika usia mereka mencapai 3 tahun. Dari banyaknya kasus tersebut, Julie menyarankan penanganan dini terhadap bayi prematur harus dilakukan agar dapat memperkecil atau menghilangkan kemungkinan kebuataan pada anak.
Perlu diketahui bahwa proses ROP tidak dapat dihentikan sekalipun dengan penanganan maksimal. Komplikasi lain , seperti retinal detachment, ambliopia (mata malas), juling, bola mata mengecil, katarak, dan glaukoma juga dapat terjadi pada bayi dengan ROP.
Saat ini ROP adalah tantangan terbesar bagi semua dokter yang menangani bayi premature. Hal yang paling penting dalam pencegahan ROP adalah mencegah agar bayi tidak lahir prematur, oleh karenanya pemeriksaan antenatal yang baik selama kehamilan sangatlah penting. Kelahiran dini sebenarnya dapat dicegah.
"Hal ini dapat terjadi kalau penyebabnya sudah diketahui, sehingga penanganan bisa segera dilakukan," ujar Fredy.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar