Okezone.com
KRISIS keuangan global yang sempat mengguncang sendi perekonomian dunia nampaknya menjadi bukti kelemahan sistem Kapitalisme ini. Kapitalisme laissez-faire,yang selama ini didewakan ternyata gagal dan nyaris meruntuhkan peradaban umat manusia.
Hampir semua negara merasakan dampak pahit. Penumpukan modal di tangan segelintir “pemain besar” menemukan antitesisnya sendiri, sebuah kegagalan berbuah malapetaka. Sebagai sebuah negara yang baru mulai pulih dari krisis (1998), Indonesia menghadapi dilema yang sangat. Potensi pasar yang begitu besar, tak jarang dimanfaatkan pihak asing. Banjir produk luar negeri seakan menjadi fenomena wajar.
Dengan kemampuan ekonomi yang masih lemah, tantangan besar menghadang pertiwi. Namun syukur, krisis keuangan global tak begitu ganas menerjang Indonesia. Jelas merupakan sebuah kebanggaan, Indonesia masih kokoh berdiri. Syahdan, pertanyaan kemudian menyeruak, mengapa perekonomi an nasional tidak lumpuh? Suka tidak suka, kita harus memberikan rasa hormat kepada pelaku UKM.
Berkat mereka,perekonomian nasional terselamatkan. Kekisruhan sektor keuangan ternyata tak berdampak signifikan terhadap sektor riil. Harga barang-barang kebutuhan pokok tidak melonjak dan kestabilan rupiah tetap terjaga. Revitalisasi peran UKM ternyata membuahkan hasil positif dan mampu mendorong aktivitas ekonomi masyarakat. Pun dengan kenyataan praktis yang terjadi, seakan tak ada krisis.
Setidaknya, kita punya hak untuk bersugesti demikian. UKM yang selama ini dipandang sebelah mata,mampu menunjukkan kekuatannya. Menjadi penyelamat sekian juta (kalau bukan seluruh) rakyat Indonesia. Efek domino krisis keuangan yang semula diramalkan menjadi ”the great disruption” (guncangan besar) ternyata omong kosong belaka. Kita patut berbangga diri,sebuah apresiasi yang tidak lahir dari ruang hampa.
Bukti kehebatan UKM bukanlah dongeng di siang bolong. Walaupun begitu, dukungan intens dari pemerintah tetap sebuah keharusan. Bagaikan bensin dengan motor, kolaborasi antara pemerintah dengan UKM merupakan sebuah keniscayaan. Sebagai bentuk usaha yang bermodal kecil, UKM perlu ditopang dengan regulasi yang sehat dan membebaskan.
Dan pemerintah harus melakoni perannya dengan apik, menjadi regulator bagi pemberdayaan usaha rakyat. Dalam pandangan penulis, terdapat (setidaknya) tiga alternatif kebijakan yang harus diambil pemerintah, guna menjamin eksistensi dan akselerasi UKM. Pertama, pemberian modal berbasis pinjaman lunak (capital based soft loan) kepada calon pengusaha.
Tentunya dengan kredit yang murah, pengembalian berjangka, dan berorientasi pemberdayaan, diharapkan para pelaku UKM dapat mengaktulisasikan dirinya. Kedua, perekonomian berbasis skala prioritas. Selama ini, pengusaha bermodal besar dapat dengan mudah membentuk usaha konglomerasi.
Akibatnya, sektor UKM terguling dan hilang ditelan waktu. Karena itu, pemerintah harus membuat rencana strategis (renstra) berlandas pengembangan UKM. Dengan demikian, sebagian besar rakyat Indonesia dapat menjadi tuan di rumahnya sendiri. Dan ketiga, pengembangan institutinstitut kewirausahaan.
Desa/kelurahan sebagai organ pemerintah terendah (sekaligus terdepan) harus mampu mengambil peran sebagai mediator pengembangan skill kewirausahaan. Karang Taruna, harus kembali diaktifkan dan disulap menjadi institut kewirausahaan.
Demikianlah, semua akan indah pada waktunya. Tak sekadar judul sebuah lagu, tapi akan menjadi jargon besar dalam pengembangan ekonomi nasional. Tak lama lagi, keindahan dan kemakmuran rakyat segera menjelang. Semoga!
0 komentar:
Posting Komentar