KREATIVITAS mahasiswa berbagai perguruan tinggi dalam penelitian dan pengembangan teknologi terus meningkat dari waktu ke waktu.Ini jadi penanda bahwa kualitas mereka tak bisa lagi dise-pe-lekan.
Bukti makin kreatifnya mahasiswa kita bisa terlihat dari ajang “Electrical Engineering Expo 2009: Teknologi Elektronik untuk Kemajuan Bangsa.” Kegiatan yang berlangsung pada pertengahan Desember 2009 di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB) ini secara jelas membuktikan kecenderungan tersebut. Sejumlah tim mahasiswa berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Institut Teknologi Surabaya (ITS), dan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Bandung, hadir dalam kegiatan tersebut membuktikan bahwa kreativitas mereka sangat luar biasa.
Mahasiswa UGM misalnya, menghadirkan kreasi pembangkit listrik lampu lalu lintas dengan memanfaatkan arus lalu lintas.Meski masih berupa prototipe,pembangkit listrik karya empat mahasiswa UGM ini diyakini bakal menjadi pilihan untuk menghapus masalah mati lampu yang sering terjadi pada lampu lalu lintas. Penemuan ini sebetulnya cukup sederhana.
Sebab, pembangkitnya tidak membutuhkan energi lain seperti bahan bakar minyak yang makin mahal, melainkan cukup memanfaatkan arus lalu lintas sebagai sumber energinya. Caranya,dengan membuatnya seperti polisi tidur, pembangkit akan memanfaatkan tekanan roda kendaraan yang melintasinya dengan membuat gerakan perputaran roda generator pembangkit.
Perputaran ini tentu menghasilkan daya listrik yang disimpan didalam aki. “Aki digunakan untuk menyimpan energi listrik,” ujar Gama, salah seorang dari empat mahasiswa Teknik Fisika UGM yang mengembangkan pembangkit tersebut. Hingga saat ini,daya yang dihasilkan untuk setiap perangkat pembangkit sudah mencapai 14 Watt.Untuk memenuhi kebutuhan 21,5 Watt setiap perangkat lampu lalu lintas, pemasangan pembangkit listrik tenaga arus lalu lintas bisa lebih dari dua agar memenuhi kebutuhan daya pada seperangkat lampu lalu lintas.
Pengembangan alat dengan memanfaatkan energi alternatif ini masih terus dilakukan.Efisiensi rendah sebesar 0,9% dan keterbatasan mekanik menjadi fokus tim mahasiswa tahap sarjana ini.“Kalau kendaraan lewat dengan cepat, takut merusak alat,”kata Gama. Lain mahasiswa UGM,lain pula temuan mahasiswa teknik dari kota kembang ITB.
Bekerja sama dengan STEI dan International Research Center on Telecommunication and Radar (IRCTR)-TU Delft, mahasiswa teknik ITB mengembangkan radar penembus dinding. Radar yang ditemukan mahasiswa ITB ini berkemampuan untuk mendeteksi logam atau benda yang bahannya berbeda dengan lingkungan sekitar.
Saat disimulasikan, ketika logam diletakkan di belakang tembok beton setebal 15 cm akan terlihat indikator merah pada software,begitu pun sebaliknya. Radar ini menggunakan teknologi stepped frequency continous wave (SFCW) yang bekerja pada frekuensi 700 - 1400 Mhz ini berkemampuan untuk mendeteksi berbagai benda,seperti ranjau dengan tank,deteksi personel di balik tembok, dan deteksi timbunan senjata.
Di bidang eksplorasi, testing geofisika akan banyak dibantu pengembangan alat ini. Selain itu, di bidang arkeologi dan forensik,alat ini juga akan mendeteksi kuburan massal dan peninggalan masa lampau. Saat ini sedang dikembangkan metode pengindraan komprehensif untuk mempercepat proses akuisisi data. Tak kalah luar biasa dari kreasi mahasiswa teknik ITB maupun UGM,mahasiswa teknik ITS juga berhasil mengembangkan produk teknologi penting.
Mahasiswa asal kota perjuangan ini menemukan hybrid solar lighting.Tak seperti panel surya yang mengonversikan energi matahari menjadi listrik, wakil ITS ini memanfaatkan cahaya matahari langsung sebagai sumber penerangan. Caranya, dengan menggunakan alat kolektor cahaya matahari berbentuk parabola, sistem tersebut akan mendeteksi intensitas cahaya terbesar dari matahari.“Kolektor cahaya matahari akan bergerak mengikuti pergerakan matahari karena diatur oleh mikrokontroler,” kata anggota tim Hybrid Solar Lighting Ahmad Fuad.
Cahaya yangsudahditangkapkolektor, selanjutnya dibimbing menuju ruangan yang membutuhkan pencahayaan dengan menggunakan fiber optik.“Serat optik yang digunakan berbeda dengan serat optik untuk kebutuhan komunikasi.Sistem ini membutuhkan ar-tificial lighting berupa cahaya dari LED (lampu hemat energi),”papar Ahmad.
Menurut Ahmad,artificial lighting merujuk pada kemampuan LED sebagai sensor intensitas cahaya yang akurat dan presisi untuk mengontrol pulse width modulation (PWM) sehingga sistem ini lebih hemat komponen dan konsumsi daya. Dengan adanya artificial lighting, kolaborasi antara cahaya dari kolektor dan LED akan berjalan dengan baik.“Jika cahaya dari kolektor kurang, cahaya dari LED akan lebih terang,”ujar Fuad. (zaenal muttaqin)
Minggu, 03 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar