JAKARTA (SI) – Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) mengatakan, 10 tahun ke depan Indonesia membutuhkan sekitar 10.000 tenaga jasa penilai.
Saat ini tenaga penilai anggota Mappi hanya 2.000 orang, dengan pertumbuhan anggota sebesar 5-10% per tahun. Ketua Mappi Hamid Yusuf mengatakan, jika dibandingkan negara berkembang lain, Indonesia sudah tertinggal sangat jauh.Kebutuhan jasa penilai berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Di negara berkembang setara Indonesia, setiap satu juta penduduk dilayani oleh 50 tenaga penilai.
Namun, di Indonesia setiap satu juta penduduk hanya dilayani 10 orang penilai. Kabupaten/kota yang jumlahnya mencapai lebih dari 450 juga membutuhkan tenaga penilai untuk menilai neraca aset publik. “Pada 2012 kita membutuhkan penilai sebanyak 5.000-6.000 orang. Dalam 10 tahun ke depan kita butuh 10.000 orang,” kata dia di Jakarta kemarin.
Lebih lanjut Hamid mengungkapkan, di Indonesia profesi penilai merupakan profesi di sektor keuangan yang berdiri sejak 29 tahun lalu yang diinisiasi oleh Kementerian Keuangan. “Di negara maju profesi ini sudah berumur 50 hingga 100 tahun, di mana lebih banyak bergerak di sektor pertanahan. Sektor yang terkait kebutuhan penilai, pada tahun 1970-an dibutuhkan oleh ipeda (iuran pembangunan daerah) sehingga seluruh area berbasis tanah,membutuhkan jasa penilai,” katanya.
Adapun kendala yang ada di Indonesia saat ini, menurutnya, belum ada infrastruktur yang baik misalnya dalam ketentuan hukum Indonesia belum memiliki regulasi. Sekarang sedang disusun draf untuk bisa menghadirkan Undang- Undang (UU) Penilai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar