JAKARTA(SI) – Kinerja badan usaha milik negara (BUMN) yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dinilai lebih baik dibandingkan emiten swasta.
Penilaian tersebut berdasarkan sejumlah parameter kinerja yang mencakup rasio tingkat pengembalian terhadap ekuitas (return on equity/ROE), pengembalian terhadap aset (return on asset/ROA),pertumbuhan laba bersih, pembayaran dividen,dan posisi utang.”Dalam lima tahun terakhir ini, berdasarkan parameter tersebut, kinerja BUMN yang tercatat di bursa lebih baik dibanding perusahaan swasta terbuka,” kata analis Danareksa Chandra Pasaribu di Jakarta kemarin. Dia mengungkapkan, selama periode 2005-2009 pertumbuhan laba bersih emiten pelat merah mencapai 23,7%, sedangkan emiten swasta sekitar 19,6%.
Laba bersih yang dicetak emiten BUMN lebih besar sekitar 4% dibandingkan emiten swasta. Dari sisi pembayaran dividen, BUMN terbuka secara konsisten mendistribusikan dividen rata-rata 45% dari laba bersihnya selama lima tahun terakhir. ”Ini jauh lebih baik dari perusahaan non-BUMN yang masuk dalam 50 market cap, yang membagikan dividen dengan laba bersih yang lebih rendah,” ujar Chandra. Dia melanjutkan, imbal hasil (yield) yang diberikan BUMN publik kepada pemerintah juga lebih besar daripada perusahaan terbuka swasta. Tahun lalu yield yang disumbang BUMN terbuka mencapai 4,9%, sedangkan swasta hanya 2,8%.
Dilihat dari posisi utang selama lima tahun terakhir,tutur Chandra, emiten BUMN juga memiliki rasio yang lebih rendah dan terus turun. Pada 2005 rasio utang emiten BUMN sebesar 103,8% dan menjadi 52,6% pada 2009. Untuk periode yang sama rasio utang emiten swasta turun dari 168,4% menjadi 124,5% pada 2009.”Artinya,posisi keuangan BUMN sangat sehat,” simpulnya. Kendati demikian, Chandra mengakui, dari sisi aset, kinerja emiten BUMN masih di bawah swasta.Ini disebabkan strategi pertumbuhan BUMN lebih konservatif. Hal yang sama juga terjadi pada perkembangan kapitalisasi pasar (market cap) dan kinerja harga saham yang masih di bawah emiten swasta. Ekonom Kahlil Rowter menambahkan, saat ini merupakan saat yang tepat bagi BUMN untuk melantai di bursa.
Kondisi perekonomian Indonesia cukup baik dan banyak investor asing yang tertarik berinvestasi di dalam negeri. ”Dengan BUMN masuk bursa, nilai pemegang saham akan meningkat, tidak ada yang turun,”ujarnya. Dengan makin banyaknya perusahaan pelat masuk bursa, kekayaan negara akan meningkat karena kontribusi BUMN tidak hanya pada dividen yang besar ke negara, tapi juga pelayanan yang diberikan. Namun, dia menyayangkan BUMN yang akan masuk ke bursa atau menambah saham (rights issue) lebih sulit antara lain karena rumitnya perizinan, baik dari pemegang saham maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). ”Dari sisi manajemen samasama profesional, sama-sama transparansi,dan bidang usaha juga mirip.
Yang membedakan,BUMN masih terkendala banyaknya peraturan, jadi profitabilitasnya lebih kecil dari swasta,”paparnya. Deputi Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan Kementerian BUMN Parikesit Soeprapto mengungkapkan, BUMN memiliki enam peraturan main, sedangkan perusahaan swasta hanya tiga peraturan untuk melantai di bursa. Kendati demikian, pemegang saham akan terus meningkatkan jumlah BUMN publik dengan cara melakukan privatisasi. ”Kementerian ingin kinerja BUMN setara swasta.Ke depan kita ingin BUMN tidak hanya jago kandang, tapi juga go international,” tandasnya.
Hingga kini tercatat dua emiten BUMN yang sahamnya juga tercatat di luar negeri (dual listed) yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dan PT Indosat Tbk. Selain di BEI, dua perusahaan telekomunikasi ini juga tercatat di Bursa New York.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar