Pajak Penghasilan final bagi pengembang rumah susun sederhana milik dan rumah sederhana sehat diturunkan dari 5 persen menjadi 1 persen. Penurunan pajak itu diharapkan merangsang pengembang untuk melanjutkan kembali proyek-proyek perumahan bersubsidi yang tersendat.
Kepala Subdirektorat Peraturan Pajak Penghasilan (PPh), Pemotongan, Pemungutan dan PPh Orang Pribadi Direktorat Jenderal Pajak Dasto Ledyanto, Jumat (5/12) di Jakarta, mengemukakan, sistem baru perhitungan pajak itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2008 tertanggal 4 November 2008.
”Ketentuan PPh final itu berlaku mulai 1 Januari 2009. Aturan itu diharapkan menggairahkan pembangunan perumahan rakyat dan mendorong masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah,” kata Dasto.
Adapun bangunan nonrumah susun sederhana (rusuna) dan komersial lainnya tetap dikenai nilai PPh 5 persen.
PP No 71/2008 merupakan perubahan ketiga atas PP No 48/1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Berdasarkan PP No 48/1994, nilai PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditetapkan 5 persen dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Deputi Perumahan Formal Kementerian Negara Perumahan Rakyat Zulfi Syarif Koto mengemukakan, penetapan PPh final diharapkan dapat mempercepat penyerapan rumah sederhana sehat (RSh) karena penjualan produk rusuna dan RSh hanya dipotong pajak 1 persen.
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria, penetapan PPh final itu meringankan pengembang dalam membangun rusuna dan RSh di tengah ketatnya likuiditas dan krisis ekonomi global.
”Pengembang tidak perlu dipusingkan lagi oleh pemeriksaan pajak. Pemerintah juga diuntungkan karena ada kepastian untuk pemasukan pajak,” kata Teguh.
Hal senada dikemukakan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Fuad Zakaria. Penurunan PPh itu meringankan beban pengembang di tengah berbagai kendala pembangunan rumah bersubsidi.
Kendala itu, antara lain, adalah tingginya biaya produksi, meliputi bahan bangunan, listrik, maupun proses perizinan yang berbelit.
Usulan aturan PPh final atas rumah susun sederhana milik (rusunami) dan RSh digulirkan pengembang sejak tahun 2007. Pengembang semula berharap aturan itu ditetapkan mulai awal tahun 2008.
Teguh mengatakan, pihaknya tetap meminta pemerintah menaikkan harga jual rusunami dari maksimal Rp 144 juta per unit menjadi maksimal Rp 180 juta per unit. Alasannya, biaya produksi meningkat.
Masih dikaji
Menteri Negara Perumahan Rakyat Yusuf Asy’ary mengemukakan, pemerintah akan membentuk tim antardepartemen dan pemangku kepentingan guna mengkaji usulan pengembang untuk menaikkan harga jual rusunami.
Ia menilai sebagian pengembang masih berkomitmen menawarkan harga jual rusunami Rp 144 juta per unit. ”Tidak semua pengembang mengusulkan kenaikan harga rusunami. Pemerintah harus mempertimbangkan semua kepentingan, baik kepentingan rakyat yang membutuhkan rumah maupun pengembang,” katanya
Rabu, 21 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar